JAKARTA – Dunia tengah bersiap memasuki fase industri 4.0, tak terkecuali Indonesia. Untuk diketahui, ide dasar dari industri 4.0 adalah memanfaatkan kemajuan teknologi yang berbasis touchless dan pertukaran informasi secara cepat. Oleh karena itu, inovasi teknologi dan penggunaan internet of things (IoT) menjadi kunci dari implementasi industri 4.0.
Hal tersebut mendapat sorotan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Menurut LaNyalla, peta jalan industri 4.0 yang telah dirintis sejak 2018 yakni “Making Indonesia 4.0” telah dipilih tujuh sektor industri prioritas pengembangan. Di antaranya adalah makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, elektronik, farmasi dan peralatan medis.
Mantan Ketua Umum PSSI itu melanjutkan, selain telah melalui proses evaluasi terhadap dampak ekonomi dan penerapan kriteria kelayakan, perlu juga dipikirkan jalan keluar dalam menghadapi tantangan berupa ketersediaan bahan baku dan kebijakan industri. “Yang tak kalah pentingnya adalah penyediaan Sumber Daya Manusia (SDM),” tegas LaNyalla.
Ketua Dewan Kehormatan Kadin Jawa Timur itu menilai, peta jalan yang strategis jangan sampai hanya menjadi tontonan semata, tetapi harus menjadi daya saing kompetitif bagi SDM Indonesia. Perindustrian, kata LaNyalla, tak dapat bergerak sendiri melainkan memerlukan aset penting berupa SDM. “Untuk itu, kita perlu mempersiapkan SDM yang terampil dan ahli di bidangnya melalui jalur pendidikam formal,” ucap alumnus Universitas Brawijaya Malang tersebut.
Bagi Senator Dapil Jawa Timur ini, dalam penyiapan SDM tentunya sangat penting adanya penetrasi dunia industri dengan dunia pendidikan tinggi vokasi, sehingga “Making Indonesia 4.0” sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang menciptakan manusia unggul di bidangnya.
Bagi Indonesia, kehadiran industri 4.0 memiliki arti penting. Selain mampu meningkatkan efektivitas produksi dan distribusi produk, perubahan tersebut diharapkan mampu meningkatkan daya saing di kancah global dan membantu percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Awalnya, implementasi itu diperkirakan bakal menemui hambatan dan proses yang panjang. Namun, transformasi digital di Indonesia justru hadir lebih cepat karena pengaruh pandemi Covid-19.
“Dengan kata lain, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) merupakan sebuah keniscayaan untuk dapat menghasilkan produk bernilai tambah dan memberikan keunggulan kompetitif,” demikian LaNyalla. (Adv)